Judul di atas adalah topik diskusi periklanan yang diselenggarakan di Sahid kusuma, Sabtu 7 Mei 2011. Ratusan mahasiswa periklanan dan praktisi periklanan di Solo membahas berbagai hal tentang ide kreatif dan juga persoalan di industri periklanan saat ini. Saya ketiban sampur didaulat untuk berbicara dari sudut pandang sebagai klien orang iklan.
Di awal diskusi, sebuah pernyataan menarik dikemukakan Mas Iwan dari agency iklan Srengenge Jogjakarta. Dia menyampaikan keprihatinan tentang keberadaan kue iklan yang semakin kecil di daerah. Hal itu berbanding lurus dengan fakta bahwa belanja iklan dari tahun ke tahun terus meningkat. Kue iklan ternyata hanya terkonsentrasi di Jakarta membuat agency di daerah sering gigit jari tak kebagian rezeki.
Selain itu juga perubahan cara-cara komunikasi pemasaran yang menuntut perubahan pendekatan para agency iklan. Di sisi lain agency daerah kadang kurang mampu memberikan solusi komprehensip terhadap klien karena minimnya kemampuan dalam membuat strategic planning.
Keresahan yang muncul di kalangan praktisi iklan adalah kelangkaan sumber daya manusia di dunia ini. Tak heran jika eksekusi iklan kerap kali kurang nendang alias tak maksimal. Kenapa demikian? Karena ide kreatif seringkali hanya diterjemahkan dalam bentuk desain. Masih sedikit yang menerjemahkan ide kreatif sebagai konsep komunikasi sebuah brand dalam jangka panjang. Biro iklan daerah sering hanya menjadi “tukang” karena tidak bisa mengeksplorasi ide-idenya lantaran rendahnnya pemahaman klien tentang fungsi agency iklan.
Namun di sisi lain, agency iklan juga prihatin ketika klien mereka ternyata juga kurang memberikan apresiasi terhadap ide kreatif. Hal itu terlihat dari penghargaan terhadap output kerja praktisi periklanan. User iklan hanya bersedia membayar biaya produksi sebuah produk iklan tanpa memperhitungkan “harga” sebuah ide kreatif desain iklan.
Idealnya memang klien dan biro iklan memiliki pengetahuan iklan yang baik. Hal itu dikarenakan sebenarnya tidak akan ada iklan yang bagus tanpa agency yang kreatif dan klien yang memiliki wawasan luas. Agency iklan dan klien yang kebanyakan digawangi oleh marketing communication ini mestinya mau belajar bareng. Dengan demikian Agency iklan akan mampu menjadi sparing partner bagi kliennya, begitu juga sebaliknya.
Diskusi pun semakin seru ketika saya menyampaikan pandangan tentang perubahan alokasi belanja iklan yang memberikan porsi lebih pada pengelolaan social media. Nasib biro iklan yang berbasis grafis desain ke depan menjadi sebuah karena sedang terjadi perubahan besar. Era digital telah tiba dan agency iklan harus siap menyambut era baru tersebut dengan penyesuaian dan pengetahuan. Kunci semua hal tersebut sebenarnya adalah pendidikan yang benar.
Wah, Mbak Retno ternyata jago menerawang dunia advertising. Salut! Saya tau Mbak krn follow twit Mbak.
Sekadar curhat alay saja. Klien memang banyak yg nggruduk ke Jakarta. Tapi sptnya kue ngga spenuhnya berkurang. Krn yg trpenting kreatifitas, link, & marketingnya, spt. kesuksesan Petakumpet ato agency yg ngambil kerjaan di luar negeri.
Soal sosmed, sebenarnya sejak akhir 2007 sdh mulai kelihatan pergeseran era digitalnya. Kalo dikaitkan soal kue iklan, ini bisa jadi kesempatan bagi agency2 lokal buat membuktikan diri lewat media2 sosmed yg nyaris gratis tis & dinikmati banyak lapisan masyarakat. Misalnya dg. membuat social branding, kultwit, workshop online, dll. Utk sdikit demi sedikit menyadarkan pemahaman klien. Apalagi jika diperkuat dg IMC, komunikasi marketing yang terintegrasi dr hulu ke hilir.
salam kenal Mbak retno,
topiknya menarik nih 🙂
well, mungkin benar ya, jumlah manusia kreatif itu hanya sekian persen dari jumlah pecinta cendol 🙂
sebenarnya ada juga masalah lain, mungkin bisa di angkat ke topik berikutnya:
“banyak juga orang kreatif yang belum tahu kemana dia bisa menuangkan pecicilan nya”.
kadang, seseorang baru akan benar2 tertarik bermain bola ketika tahu ada satu team menunggu dirinya melengkapi team itu menjadi 11 orang. padahal, jauh di dalam dirinya bisa jadi dia sudah menyimpan bakat itu.
thanks
Wenda Koiman
penulis Mengejar malam Pertama
“Menghargai” dan terlebih lagi “Menghormati” karya orang lain di negeri ini rasanya masih jauh dari harapan. Kebiasaan cari murahn, gratisan dan bahkan ngemplang tak kunjung hilang dari nasyarakat ini. Ditambah lagi kesombongan yang menganggap karyanya sendiri yang dianggap paling baik.
Semoga hal ini segera membaik di negeri ini ….
Cheers …..
Waahh,, ternyata selain jago PR jago Advert juga ni Dosen cantik saya 😀
Jadi dapet pelajaran,, kalo mau maju, jangan hanya mengambil satu pelajaran saja,. Ambil beberapa pelajaran, dan terapkan dalam kehidupan..
Suka Suka Suka
YAP saya setuju dengan pendapat bu Retno 🙂
Iklan memang membutuhkan banyak ide kreatif, untuk memasarkan atau mempromosikan produk-produk yang akan diperjualkan kepada masyarakat. Sebuah iklan produk dapat memberi pengaruh kepada masyarakat lewat cara-cara komunikasi pemasaran, entah itu lewat kata-kata serta gambar yang dapat menarik perhatian masyarakat untuk lebih mengenal produk tersebut.
Kuncinya memang ada pada pendidikan yang benar agar dapat melahirkan SDM yang unggul dalam bidang periklanan, yang memunculkan ide kreatif dan produktif untuk medapat apresiasi dari masyarakat luas.
Saya harap iklan di masa yang akan datang selalu mengikuti era digital yang semakin canggih di era globalisasi seperti sekarang ini. Lebih-lebih persaingan yang semakin ketat dan mencapai prestasi yang gemilang.. :):)
Salam kenal…
Mbak…mau tanya…apabila kita orang awam nih punya ide yg menurut kami cocok untuk dijadikan materi sebuah iklan dan berniat untuk menjualnya…kira2 mst menghubungi siapa dan apa yg mst disiapkan?
Thnks buat atensinya
Biasanya pihak perusahaan sudah memiliki agensi atau team design internal utk iklan iklannya. Yg hrs dihubungi utk persh adalah marcom atau public relations utk info infonya .
Ok, thanks banget atas infonya