Akhirnya saya percaya Bola memang menakjubkan. Entah setan apa yang memanggilku untuk ke Stadion Manahan, Sabtu 8 Januari 2011 lalu. Hujan tak menyurutkan setapak langkah ku menjadi bagian dari 22 ribu orang yang sore itu menjadi saksi kelahiran Liga Primer Indonesia, sebuah kompetisi sepak bola alternatif tanpa sokongan dana APBD.
Rasa penasaran lah yang menuntunku seorang diri ke stadion sepak bola. Dalam sejarah hidupku, baru kali ini masuk ke arena pertandingan secara langsung. Berbekal tiket VIP seharga Rp. 50 ribu saya menyaksikan pertandingan Solo FC melawan Persema Malang. Sayang, setelah saya masuk dan duduk di tribun VIP, kenyamanan untuk menyaksikan pertandingan tak seperti yang kubayangkan.
Tetapi kali itu menjadi sesuatu yang tidak teramat penting. Saya melihat ledakan euphoria di dalam stadion, terutama dari “supporter karbitan” macam saya. Saya harus jujur bahwa saya terkena virus yang menjadikan saya ikut-ikutan demam sepakbola. Walau sebenarnya di lingkungan saya, baik keluarga maupun sahabat, banyak yang menjadi penggila si kulit bundar itu. Namun tak pernah saya terbujuk untuk ikut menyaksikan apalagi menyukai.
Awalnya adalah sihir yang disuguhkan Okto, Arif Suyono, Bambang Pamungkas dan kawan-kawan dalam Piala AFF. Meski hanya menjadi runner up, tapi aksi Garuda itu membanggakan dan menjadikan dada saya ikut bergemuruh. Tanpa sadar, saya ikut menyayikan lagu Garuda di Dada dan tanpa diminta dengan lantang menyanyikan Indonesia Raya saat laga akan dimulai.
Ternyata saya tidak sendirian karena seantero negeri ini tengah dilanda efouria. Sepakbola telah menyatukan rakyat negeri ini yang sudah lama “tercerai berai”. Sepakbola telah memicu nasionalisme yang telah lama tenggelam karena minimnya teladan para pemimpin. Sepakbola telah mengembalikan sesuatu yang pada masa lalu menjadikan kebanggan akan bangsa.
Euforia akan menjadi sekadar euphoria belaka apabila kita gagal memaknai momentumnya dengan menjadikannya sebuah kekuatan untuk melakukan perubahan. Bagi saya, Change the Game! yang menjadi tagline LPI tidak hanya berlaku di lapangan hijau, tetapi juga harus berlaku dalam praktik berbangsa dan bernegara. Saya yakin, kita semua merindukan, mendambakan bangsa ini menjadi juara.
Salam… .
Ane bukan penggemar bola dan Ane tidak tenggelam dalam euforia saat piala AFF kemarin, ataupun juga LPI kemarin, namun Ane bahagia meliahat Istri dan Anak berteriak kegirangan saat gol terjadi entah digawang mana.
Seneng,,cuma itu mbak yang terasa… .
Bagaimanapun Jayalah Indonesia
untuk liga indonesia aku memang terkesan cuek.. ISL atau LPI lah monggo prefer yang mana..aku sendiri pilih netral
tapi untuk mendukung Timnas aku pasti dukung sepenuhnya..
kalo soal sepakbola.. aku lebih suka mengikuti liga mancanegara seperti liga champion, LA liga, liga inggris,dll. aku penggemar Real Madrid (baca: Real Mirdad) dan Chelsea.
*malah curhat ya? yo ben*
cuwek bebek yeah… yang penting ‘goalll’
Cintailah Produk dalam negeri…
aku suka pertandingan sepak bola nasional, entah LSI ato LPI
girang melihat pemain nasional mencetak gol…walo belum bisa berjaya di Asia…
Salam kenal