Sore itu sekitar 70 praktisi humas bersama dengan relasinya dari berbagai kalangan berkumpul di Hotel Lor In Solo. Bukan kumpul-kumpul biasa, tetapi dalam sebuah ajang diskusi reguler yang diprakarasi Prosolo atau Public Relation Solo Raya. Kami mengemas acara diskusi itu dengan format rileks yang dinamai An Afternoon Sharing Moment. Read the rest of this entry »
Belakangan ini saya sering mendengar ungkapan, nggak narsis nggak exis. Tetapi apa sebenarnya hubungan kenarsisan dengan existensi bagi sebuah perusahaan? Apakah perusahaan perlu melakukan kenarsisan agar mendapat perhatian publik? Kalau iya, tentu kenarsisannya harus dikemas agar tidak mengganggu reputasi ?? Read the rest of this entry »
Judul di atas saya ambil dari judul sebuah film yang secara tak sengaja saya tonton. Saya terkesan dengan judulnya yang cenderung unik –kalau tidak boleh dibilang provokatif. Katie Holmes dan Aaron Eckhart bermain di film yang kaya dengan dialog-dialog cerdas dan merangsang penonton untuk memahami profesi juru bicara perusahaan atau organisasi
Aaron berperan sebagai Nick Naylor, seorang juru bicara sebuah akademi kajian tembakau. Nick adalah juru bicara profesional yang tengah mendapat citra negatif karena image rokok sebagai produk yang merusak kesehatan dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Film ini diawali dengan adegan kecemerlangan Nick pada saat tampil di dalam sebuah talkshow televisi yang menghadirkan penderita kanker, aktivis anti rokok dan wakil masyarakat. Nick sama sekali tak kelihatan “mati gaya“ dengan argumen-argumennya yang prima. Penampilan sang juru bicara ini bahkan mampu mengubah opini penonton terhadap rokok. Dia menunjukkkan bagaimana perusahaaan rokok pun memiliki kontribusi penting pada negara
Di dalam film ini, Nick mengumbar berbagai tips dan trik menjadi juru bicara perusahaan dalam melawan gelombang opini yang menyudutkan serta bagaimana mendukung penjualan yang terus menurun itu dapat bangkit. Tak ada kata salah bagi seorang juru bicara. Apapun permasalahan sangat tergantung dengan argumennya. Begitu kata Nick
Sebagai manusia biasa, Nick juga mengalami masa-masa sulit. Karena kesembronoannya dia terpaksa harus mundur dari pekerjaannya. Hancur hati sang juru bicara karena kariernya yang nyaris sempurna menjadi remuk. Nick ceroboh karena sudah menceritakan rahasia jpekerjaannya kepada teman kencannya yang berprofesi sebagai wartawati. Sehingga perbincangan itupun bocor dan menjadi pemberitaan di media massa.
Beruntung mantan isterinya, masih peduli dan menghibur Nick. Dialognya cukup memukau dalam adegan ini. Kata sang mantan isteri, “Sedikit cacat akan membuatmu tampak sebagai manusia.“ Nick memberi jawaban yang mencengangkan, “Siapa ingin menjadi manusia?” Suatu dialog yang meninggalkan kesan mendalam. Kita ini kerap berharap menjadi dewa atau malaikat yang tak kenal dengan kata salah.
Ending dari cerita ini ditutup ketika Nick memberikan kesaksian mengenai rencana dewan memberlakukan peringatan bahaya rokok dengan symbol gambar, bukan sekadar kata-kata. Nick tampil sempurna kembali dengan argumen-argumen yang cerdas. Menurut Nick, merokok adalah pilihan pribadi Tugas orang tua mendidik dan memberikan peringatan tentang semua bahaya di dunia termasuk rokok. Dan ketika sang anak menjadi dewasa mereka bisa memilih sendiri. ketika ditanyakan apa yang akan dilakukan apabila anaknya menginjak usia 18 kemudian memutuskan untuk memilih merokok, maka Nick akan membelikan sebungkus rokok pertamanya .
Saya tak sedang bermaksud mempromosikan rokok, karena saya pribadi bukan perokok . Menurut saya film yang diangkat dari novel Christopher buckley ini, sungguh menarik untuk dicermati praktisi public relations