Semua ini berawal dari rasa geregetan karena pandangan minor terhadap kompentensi praktisi public relations. Profesi ini memang tergolong baru. Tidak semua perusahaan menggunakan bahasa yang sama untuk menyebut jenis dan bidang profesi ini. Tidak banyak public relations mendapatkan akses pengambil keputusan atau manajemen di suatu perusahaan. Tidak sedikit perusahaan yang hanya menempatkan public relations sebagai tukang pembuat press release. Lebih konyol sekadar menempatkan seorang public relations sebagai pemanis perusahaan. Read the rest of this entry »
Puluhan public relations (PR) se-Solo Raya berlenggak lenggok di atas catwalk di sebuah mall malam itu. Busana bertema casual dan sporty yang dikenakan PR menghibur pengunjung mall. Sepertnya agak aneh memang, jika biasanya para PR itu berbusana formal sebagai seorang eksekutif, malam itu, mereka terlihat tampil beda dan sportif. Kami tidak sedang beralih profesi kok, tetapi sedang “menguji” kekuatan busana sebagai personal branding.
Beberapa waktu yang lalu, saya menyempatkan memenuhi undangan dari The Body Shop, sebuah produsen kosmetik yang menawarkan kelas kecantikan. Sebenarnya, saya agak kurang tertarik dengan acara itu. Saya membayangkan keribetan yang akan saya temui. Lagi pula saya kurang suka belajar dandan secara formal. Saya biasa berdandan dengan mengikuti naluri bukan karena pakem atau teori. Read the rest of this entry »