Rabu 23 Februari 2011 saya mendapat undangan dari Harian Solopos. Undangan ini adalah yang kedua kalinya saya terima untuk menjadi pemateri acara pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan media tersebut. Sebenarnya secara pribadi saya ingin menjadi peserta saja daripada menjadi pemateri.
Tetapi panitia menjelaskan bahwa di dalam pelatihan itu ada materi tambahan yakni mengenai manajemen krisis. Saya diminta untuk memberi materi itu. Mungkin karena profesi saya sebagai PR (public relations) yang salah satu tugasnya adalah mengatasi krisis panitia meminta saya jadi pemateri. Artinya saya diminta untuk berbagi pengalaman bagaimana menghadapi krisis. Read the rest of this entry »
Kota Solo semakin asyik. Di usianya yang ke-266, Solo tidak saja terus mempercantik wajah kota, tetapi juga meningkatkan pelayanannya. Berbarengan dengan perayaan hari jadinya, Kota Solo me-launch bis tingkat. Solo pun menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki bis tingkat. Moda transportasi ini sebenarnya bukan barang baru bagi Wong Solo karena dulu pernah ada. Di masa-masa saya masih SMA, teman-temanku kerap menyebut dengan bis kawin. Entah kenapa. Read the rest of this entry »
Nidjiholic adalah sebutan bagi penggemar grup band Nidji. Saya merasa perlu memberikan acungan jempol buat mereka. Saat Nidji menggelar konser di The Sunan Hotel, 14 Februari, banyak Nidjiholics dari luar Solo, seperti dari Karawang, Bandung, Sidoarjo, Semarang dan Jogja. Mereka jauh-jauh datang ke Solo “hanya” untuk bertemu dengan sang idola.
Saya terkesan dengan mereka. Fans club yang cukup solid dan menginspirasi saya untuk mengaplikasikannya dalam pekerjaan keseharian, terutama berkaitan dengan mengelola hubungan pelanggan . Ibarat sebuah “ brand “ Nidji adalah sebuah merk yang dicintai oleh pasarnya. Didukung dengan sepenuh jiwa dan memiliki agen-agen yang siap mengabarkan keunggulannya serta membelanya pada saat ‘ jatuh”
Membangun brand agar dicintai membutuhkan ketulusan dalam melayani. Begitu pula yang saya lihat dari Nidji. Saat jumpa pers sore hari di Narendra Resto sebelum konser, saya saksikan sendiri bagaimana mereka memperlakukan fansnya dengan begitu tulus. Permintaan untuk meresmikan Nidjiholic Solo dipenuhi dengan semangat meski jadwalnya super sibuk.
Nidji memang layak sukses. Selain tentu saja karena kemampuan musikalitasnya, grup ini saya rasa cukup piawai untuk memanjakan fansnya. Nidji juga memiliki kecerdasan mengelola isu-isu di media . Pertanyaan kritis yang disodorkan oleh media pun dijawab dengan lugas. Sebagai artis, Nidji tak canggung dengan isu-isu di luar profesinya. Jurnalis yang memancing dengan pertanyaan seputar isu kekerasan berdalih agama, dijawab diplomatis.
Kata Giring Nidji, dirinya adalah seorang muslim yang taat dan fanatik. Karena saking fanatiknya, dia menolak kekerasan dengan dalih agama. Hidup damai dan penuh cinta menjadi pilihannya. Jawaban yang cerdas bukan?
Tak hanya itu, sebagai public figure, Giring Nidji juga tak segan untuk menjadi “fans” atau menjadi idola public figure yang lain. Bahkan tanpa ditanya sekalipun, Giring tanpa sungkan menyampaikan kekagumannya kepada Walikota Solo Jokowi. Dengan polos, Giring mengatakan suatu saat ingin bertemu muka langsung dengan pemimpin yang dinilainya memiliki integritas tinggi itu.
Di atas panggung, Nidji membuktikan totalitasnya dalam menyuguhkan sebuah pertunjukkan. Nidji sepertinya tidak ingin berjarak. Dia selalu mendekati kerumunan penonton, melebur dan menyatu sekaligus menghibur. Tak lupa pesan perdamaian dan cinta terus menerus mereka suarakan.
Malam kian larut dan Lagu Bengawan Solo yang dinyanyikan secara khusus oleh Giring pun menjadikan cinta kami kepada Nidji mengalir sampai jauh ..
Happy Valentine Day !
Pilihan judul yang aneh, tapi saya ingin menuliskannya secara khusus malam ini.
Penjara, ijinkan saya menafsirnya tak hanya secara fisik melainkan dalam bentuk lain. Kerap kali kita mengalaminya. Kehilangan ruang kebebasan dalam jiwa. Mengalami pemasungan perasaan, pembatasan sehingga tak bisa berekspresi dengan leluasa. Sebuah bentuk penjara dalam wajah yang berbeda , acapkali hadir dalam ruang kehidupan tanpa sanggup menolaknya yang akhirnya kita pun harus rela kehilangan apa yang dinamakan kebebasan . Read the rest of this entry »
Apa upaya yang kita lakukan untuk merekatkan kebersamaan ? Menurut saya silaturahmi adalah pilihan yang menyenangkan. Silaturahmi membuat panjang umur. Karena itu lah, mengawali tahun 2011, event pertama ProSolo di tahun Kelinci Emas, tema gathering yang dipilih adalah “membangun spirit kebersamaan “.
Kebersamaan yang tidak hanya buat anggota ProSolo tetapi juga semua pihak yang telah memberikan dukungan perhatian terhadap keberadaan komunitas PR di Solo ini. Kebersamaan pula yang dirasakan pada hari Selasa 2 Februari 2011, ketika sekitar seratus tamu undangan yang terdiri dari mass media, narasumber Prosolo dan penggiat pariwisata, marketing dan praktisi public relations berkumpul di Kusuma Sahid Prince Hotel. Kami merayakan kebersamaan yang indah .
Event rutin ProSolo ini sekaligus menjadi wahana bagi kami untuk memberikan apresiasi kepada 11 narasumber ProSolo sepanjang tahun 2010 yang telah rela berbagi ilmu. Harapannya semangat berbagi ilmu ini menjadi semangat bersama bagi segenap yang hadir siang itu. Semangat belajar bersama , merekatkan keragaman menjadi sumber kekuatan bagi komunitas kami yang memiliki tagline Sharing, Learning and Smiling.
Terima kasih kepada narasumber yang pernah berbagi dengan kami dengan cuma-cuma pada setiap session kegiatan SharingPR. Atas pengetahuan dan pengalaman yang diberikan itu, tentu layak kami memberikan apresiasi dan mengucap terima kasih yang tak terhingga.
Dan siang yang ramah hari itu menjadi saksi betapa kami ingin menyebar virus PR di seantero Solo Raya. Mem-PR-kan Solo, tentu saja dengan cara kami. [***]